Home > Marine , clime , and future > Pengaruh perubahan iklim terhadap ekonomi Indonesia di masa mendatang

Pengaruh perubahan iklim terhadap ekonomi Indonesia di masa mendatang

Tentu kita sudah tidak asing lagi dengan istilah ‘global warming’ , yakni suatu peristiwa berubahnya iklim di bumi karena terjadinya ‘glass house effect’ atau efek rumah kaca akibat kadar karbondioksida yang terkurung dalam atmosfer . Hal ini menyebabkan suhu di bumi meningkat pesat .Ironis memang , keseimbangan bumi ini terganggu oleh kelalaian manusia itu sendiri . Lalu bagaimana manusia menyikapi hal ini ?

Pernahkah anda mendengar kalimat seperti ‘cintai bumi kita seperti bumi mencintai kita’ , atau ‘go green , go fresh , go healthy’ . Ya , sejauh ini telah banyak cara untuk menyadarkan bangsa dunia terhadap isu perubahan iklim ini ,warga dunia masih belum sadar akan pentingnya keseimbangan bumu ini . Berbagai LSM lingkungan dunia pun turut andil dalam hal ini .Anda mungkin masih ingat dengan konferensi PBB tentang Perubahan Iklim tanggal 3-15 Desember 2007 yang lalu di Bali . Indonesia menjadi penyelenggara sekaligus pelopor konfrensi dunia yang menyikapi masalah pemanasan global ini . Keputusan penting dalam konferensi internasional tersebut adalah upaya pengurangan emisi global yang lebih besar dari komitmen sebelumnya (Protokol Kyoto), pengurangan emisi yang lebih besar atau disebut deeper cut sebesar 25%-40%.Seperti yang kita ketahui bahwa protocol Kyoto masih belum menemukan titik terang mengenai penyikapan terhadap masalah ini ,Negara-negara maju seperti Amerika dan cina terkesan skeptic , bahkan apatis dalam permasalahan ini . Padahal isu mengenai perubahan iklim ini telah menjadi suatu momok yang bisa jadi tanpa kita sadari dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan umat manusia di muka bumi ini .Bahkan dalam kampanye salah satu calon presiden amerika pesaing G.W.Bush menhusung tema perubahan iklim .Sayang beliau kalah dengan pesaingnya yang lebih mengangkat tema perkembangan ekonomi dalam kampanyenya .

Lalu apa yang bisa Negara ini lakukan dalam menyikapi masalah tersebut ? Sebagai Negara dengan iklim tropis yang berbentuk kepulauan dengan hutan hujan tropis dan SDA laut(coral)  yang melimpah , seluas 5,8 juta km , dan garis pantai terpanjang 81000 km dengan SDA berupa fitoplankton tentu banyak yang bisa kita perbuat . Seperti kita ketahui selama ini , hutan-hutan di Indonesia adalah salah satu paru-paru dunia yang menjadi penyeimbang dalam emisi karbondioksida dan penghasil oksigen sebagai sumber kehidupan .

Laut , dalam hal ini coral dan fitoplankton saat ini menjadi salah satu bahan pembicaraan menarik para ilmuan , hal ini terkait dengan masalah global warming . Dimana laut dikatakan dapat menjadin peng-Emisi karbon terbesar . Bagaimana tidak , 3/4 dari bumi ini adalah lautan , di sisi lain hutan-hutan di bumi ini telah mengalami kerusakan , alih fungsi , bahkan di eksploitasi besar-besaran hingga tak tersisa . Dengan begitu , coral menjadi alasan realistis untuk masalah ini . Sebagian ilmuan mengatakan bahwa laut dapat menjadi “carbon sink’ atau pengemisi karbon , sebagian lagi mengatakan bahwa laut menjadi ;carbon source’ atau sumber karbon . Sampai kini pendapat ilmuwan terpolarisasi atas tiga kelompok. Pertama, kelompok ilmuwan teoretis yang mengacu pada teori pertukaran karbon di alam. Mereka meyakini, di dalam lautan yang luasnya ¾ permukaan bumi hidup fitoplankton yang berfotosintesis sehingga menyerap karbon dioksida dari atmosfer. Tesis ini mendasari teori, lautan adalah reservoir raksasa penyerap karbon. Mereka menduga laut mampu menyerap 6 peta gram (6.000 juta ton) karbon per tahun dari CO atmosfer akibat pembakaran bahan bakar fosil (JGOFS, 2000).Hal ini masih menjadi perdebatan hebat yang belum terselesaikan . Isu memperdagangkan karbon yang bersumber dari lautan, sudah didengungkan sejak tahun lalu, dan makin gencar menjelang WOC-CTI di Menado 11 – 15 Mei 2009. Freddy Numberi, Menteri Kelautan dan Perikanan mengklaim laut dan pantai Indonesia mampu menyerap karbon 66,9 juta ton per tahun dan karbondioksida (CO2) 245,6 juta per tahun (Kompas, 11/4).

Dengan melihat kenyataan ini , Indonesia yang memiliki SDA coral melimpah dapat menjadi salah satu Negara yang diuntungkan . Dalam konfrensi PBB yang dilakukan di bali , dikatakan bahwa Negara-negara maju harus membayar denda dengan melihat jumlah polutan yang mereka keluarkan . Dan Indonesia memiliki andil mendapatkan dana tersebut dengan alas an carbon sale.sesuai dengan hasil KTT iklim yang menyimpulkan bahwa Negara-negara terkaya di dunia mempunyai tanggungjawab historis untuk memelopori penyeimbangan anggaran karbon dengan mengurangi emisi gas buang karbon mereka sebesar minimal 80 persen dari angka tahun 1990 sebelum tahun 2050, demikian hasil kajian Badan Pembangunan PBB (UNDP) yang diluncurkan di Jakarta, Selasa 27 Nopember 2007. Selain diwajibkan memangkas emisi, negara maju juga sudah seharusnya mendukung pembentukan dana investasi global sebesar 86 miliar dolar Amerika atau setara dengan 0,2 persen GDP (Gross Domestic Product) atau Produk Domestik mereka tiap tahunnya untuk membiayai upaya adaptasi internasional melindungi kaum miskin di dunia.Laporan UNDP juga menganjurkan dibentuknya fasilitas upaya mitigasi perubahan iklim (CCMF), yang dibiayai oleh negara maju, dan dirancang untuk menyediakan insentif, termasuk akses pada teknologi energi bersih, untuk memandu negara berkembang bisa jalan di pola pembangunan yang lebih hijau.

Yang dapat kita simpulkan dalam hal ini adalah , Indonesia harusnya memastikan dulu apakah perairannya, 5,8 juta km sebagai karbon sink atau source. Jika ternyata sebagai Penyerap karbon(carbon sink) , maka indonesia dari segi ekonomi akan mendapat kucuran dana cukup besar dari Negara-negara maju , namun jika ternyata sebagai penghasil karbon(carbon source) , maka bersiaplah mengalami degradasi ekonomi yang cukup parah , mengingat undonesia masih merupakan salah satu Negara berkembang yang ekonominya sedang mengalami perkembangan fluktuatif.

By: irman eka septiarusli

Laboratorium Fisika Laut

Jurusan Ilmu Kelautan FPIK UNPAD

materi referensi :

globalwarming.detik.com

http://www.esdm.go.id

  1. December 30, 2009 at 6:52 am

    Langkah seperti apa yang bisa di ambil oleh pemerintah Indonesia untuk menghadapi ancaman pengaruh global warming terhadap kondisi ekonomi Indonesia sendiri sementara di pihak lain KTT-KTT perubahan iklim yang sudah sering di galakan belum menghasilkan suatu langkah yang konkret???

  2. jimmykalther
    December 31, 2009 at 10:56 am

    nice to see ur blog.. 🙂

  3. December 31, 2009 at 6:20 pm

    Mudah saja ,
    Seperti penjelasan diatas ,pertama teliti lebih lanjut dan tentukan apakah laut Indonesia beserta sumber daya hayati di dalamnya(coral & fitoplankton) termasuk dalam carbon sink atau carbon source .
    Lalu yg kedua , Indonesia dapat melobby negara-negara maju/industri yg notabene sebagai penghasil terbanyak karbondioksida untuk membayar denda atas polutan yg mereka ciptakan(carbon sale) .
    Hal ini telah dijelaskan oleh UNDP(badan pembangunan PBB)

  4. jimmykalther
    January 3, 2010 at 5:46 am

    dapatkah kita meredam efek dr fenomena alam semacam ini, terutama efek ekonomi, tanpa mempengaruhi pola hidup masyarakat saat ini?

  5. January 3, 2010 at 7:00 am

    mmm,,,
    dalam perubahan iklim yang berdampak terhadap perekonomian ini sanagt erat hubungannya dengan perubahan iklim global,,
    menurut yg saya baca,,
    perubahan iklim global tersebut telah menyebabkan kerusakan yang bersifat katastropik..
    maksudnya apa y man dan yg terkena semua aspek atau hanay beberapa bagian ??
    dan kalau tidak salah itu pemerintah mencangkan tinjauan” mengenai ekonomi perubahan iklim yang membahas mengurangi emisi energi dan emisi non-energi, itu maksudnya apa mohon dijelaskan ???

    nuhun..

  6. January 3, 2010 at 7:06 am

    @jimmy
    Gni mas , sepertinya sulit jika merubah fenomena alam yg telah terjadi .
    Yang dapat kita lakukan hanya mencegah semuanya agar tidak semakin parah .
    Lalu menyikapi sisi ekonomi dr permasalahan ini , saya rasa pemerintah lah yang harus hyper aktif .
    Dengan kata lain pemerintah harus mengambil tindakan cepat dengan melihat substansi yg ada bahwa negara kita memiliki andil dalam hal ‘carbon sale’ .
    Sy rasa pola hidup masyarakat akan terpengaruh(dalam hal positif)
    Mengingat masyarakat indonesia cenderung tidak peduli terhadap lingkungan , sehingga dapat diubah dengan penjelasan intens pada mereka bahwa kesejahteraan dapat dicapai jika masyarakat telah sadar bahwa sumber daya yg ada memiliki nilai ekonomi yg tinggi(dalam hal ini carbon sale) .

  7. January 3, 2010 at 8:56 am

    @indra
    Katastropik artinya bencana besar .
    Hal ini sudah pasti akan berdampak langsung dan menyelurah pada semua aspek .

    Tentang program pemerintah yg mencanangkan program emisi energi dan non energi .
    Maksudnya begini ,
    Data tahun 2008(Dep.ESDM) mengindikasikan bahwa sekitar 96% bauran energi nasional didominasi oleh bahan bakar fosil (minyak 48%, batu bara19%, dan gas 29%), sementara sisanya di suplai oleh panas bumi dan tenaga air
    .
    Aktivitas energi adalah sumber utama emisi gas rumah kaca. Emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2) telah meningkat dari sekitar 150 juta ton pada 1990 menjadi sekitar 300 juta ton pada tahun 2007. Angka ini menunjukkan peningkatan sekitar 4% per tahun, sejalan dengan pertumbuhan konsumsi bahan bakar fossil.
    Sehingga pada tahun 2007, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi
    Untuk mengetahui lebih jelas tentang UU no 30 tahun 2007 silahkan kunjungi http://www.esdm.go.id

  8. noaa
    January 3, 2010 at 2:03 pm

    Syarat UAS Meteorologi
    1. Deadline pengumpulan adalah tanggal 5 January 2010,
    2. Isi diprint dan dikumpul pada tanggal 7 January 2010, ke bu lintang atau pak Noa,
    3. Pertanyaan (komentar) dan jawaban diprint di lembar terpisah,
    4. Link diprint dalam lembar terpisah,
    1. Pembangunan blog 30%
    a. Pembangunan awal blog 40%
    b. Isi
    2. Link 5%
    a. Komentar 5%
    b. Sustansi 10%
    c. Jawaban pertanyaan 10%

  9. noaa
    January 3, 2010 at 2:05 pm

    opini anda sudah seperti ahlinya…artinya cukup bagus…maka pertanyaan saya adalah :
    1. target Indonesia adalah pengurangan emisi 26 % dalam 50 tahun kedepan (sesuai dengan COP Kopenhagen baru-baru ini), bagaimana menurut anda fluktuasi ekonomi dalam 50 tahun kedepan?

  10. January 3, 2010 at 2:43 pm

    Terkait emisi CO2 per kapita, emisi per kapita Indonesia pada tahun 2006 adalah 1,21 ton/kapita, jauh di bawah beberapa negara seperti Singapura (31,4 ton/kapita) Amerika (19,78 ton per kapita), Jepang (9,78 ton/kapita) Cina (4,58 ton/kapita) dan Thailand (3,79 ton/kapita) (Data IEA 2009).
    Dalam konteks global, emisi gas rumah kaca Indonesia yang berasal dari konsumsi energi adalah sekitar 0,69 % pada 1990 dan 0,95% pada 2006 dari emisi gas rumah kaca dunia. Angka ini jauh dibawah negara-negara maju seperti Amerika (20,2 %) Jepang (4,3%), dan negara berkembang besar lain seperti Cina (20,6%) India (4%) dan Brazil (1,3%) (Data IEA 2009).
    Dengan melihat data ini dan menyikapi hasil konfrensi copenhagen , maka jelas bahwa Indonesia harus meningkatkan persentase dalam pengemisian karbon . Jika dalam 50 tahun kedepan Indonesia akan dapat mengemisi 26% karbon seperti yang telah dicanangkan , maka fluktuasi ekonomi akan bergerak ke arah positif .
    Salah satu hal yang membuat Indonesia menilai positif hal ini adalah diadopsinya usulan Indonesia tentang pengelolaan hutan.
    walaupun usulan atas peningkatan dana bantuan negara maju bagi negara-negara berkembang untuk asistensi pencegahan perubahan iklim dan mitigasi sebesar 25 miliar dolar AS hingga 35 miliar dolar AS dari 2010 hingga 2012 hanya berada di angka 10 miliar dolar, namun dengan banyaknya program seperti `one man ten trees`departemen kehutanan , penghentian illegal logging , dan rehabilitasi hutan secara besar-besaran , bukan tidak mungkin target itu dapat dicapai untuk mendorong perkembangan ekonomi Indonesia .

  11. January 3, 2010 at 5:24 pm

    Irmaaaannnn .
    Nice blog .
    Dan seperti nya saya lebih tepat bertanya kepada anda karena sampai sekarang pertanyaan saya kepada Josua belum saya dapat kan .
    Dan hal yang ingi saya tanyakan sangat lah berkaitan dengan tema blog anda .
    Okeee langsung aja .
    🙂

    Berdasarkan info yg saya dpt yg pernah saya baca di harian Kompas, Kamis 2 Juli 2009,
    katanya pemanasan global itu bermula karena perdagangan karbon dari laut .
    Di artikel itu juga pemerintah mengatakan laut dan pantai Indonesia mampu menyerap karbon 66,9 juta ton per tahun dan karbon dioksida (CO) 245,6 juta ton per tahun .
    Pemerintah juga meyakini,
    dengan mengusung gagasan ini di WOC akan mendapatkan keuntungan dari negara-negara penghasil emisi atas jasa serapan lautnya terhadap karbon .
    Jika demikian,
    negara-negara industri maju tetap leluasa melepaskan emisi karbon .

    Pertanyaannya,
    menurut anda apakah perdagangan karbon di laut itu merupakan dampak yang buruk atau justru itu dampak yg baik dari perubahan iklim ???

    Kalau di lihat dari segi negatifnya,
    dikatakan di artikel tersebut kalau pemanasan global berasal dari perdagangan karbon di laut .
    Dan kalau di lihat segi positifnya,
    seperti apa yang dikatakan pemerintah di artikel tersebut kalau laut kita memiliki nilai jual yang tinggi dari perdagangan karbon tersebut .

    Bagaimana opini anda ???
    Saya yakin anda bisa memberikan opini yang saya inginkan .
    Mksh .
    🙂

  12. January 3, 2010 at 7:25 pm

    @goesti
    Mari kita kembali pada substansinya terlebih dahulu .
    Global Warming atau Pemanasan Global merupakan suatu peristiwa dimana gas karbondioksida(CO2) terkurung dalam atmosfer , sehingga menimbulkan efek rumah kaca (glass house effect) yg menyebabkan suhu bumi meningkat .
    Meningkatnya suhu bumi dapat menyebabkan keseimbangan bumi menjadi terganggu .

    Terganggunya keseimbangan bumi banyak menimbulkan efek negatif , seperti berubahnya
    iklim diseluruh belahan bumi ini misalny , atau naiknya paras muka air laut akibat mencairnya es di daerah kutub , dan masih banyak dampak negatif lainnya yg tidak perlu saya jelaskan secara merinci .
    Penanggulangan masalah ini adalah dengan mengemisi gas karbondioksida tersebut .
    Seperti kita ketahui bahwa hutan dan laut adalah pengemisi karbon terbesar .
    Memang benar adanya bahwa laut dapat mengemisi hampir 67 juta ton karbon/tahun .
    Namun perlu ditekankan terlebih dahulu ,
    laut disini adalah fitoplankton dan organisme fotosintesa penyerap karbon lainnya seperti coral dan alga-alga .
    Jd bukan lautnya itu sendiri .

    Terkait pertanyaan anda ,
    Menurut saya global warming tidak ada dampak positifnya .
    Yang ada adalah kerusakan bumi dalam jangka panjang secara perlahan .
    Istilah ‘carbon sale’ atau jasa penyerap/pengemisi karbon yg anda katakan bukanlah dampak positif ,
    Melainkan suatu timbal balik atas apa yg telah terjadi/ditimbulkan .

    Analogi sederhananya seperti ini ,
    Negara-negara maju seperti Amerika , Cina , dan negara-negara eropa adalah penghasil karbon terbesar di bumi ini , industri-industri di negara mereka lah yg menghasilkan polutan berupa CO2 yg menjadi penyebab global warming .
    Dalam hal ini Indonesia yg memiliki hutan tropis dan wilayah laut yg luas memiliki gagasan ‘carbon sale’ untuk setiap polutan yg mereka hasilkan .
    Seperti kita ketahui pada protokol Kyoto , KTT Perubahan Iklim di bali , dan baru-baru ini pada KTT Copenhagen dijelaskan bahwa negara-negara maju memiliki tanggung jawab historis dalam antisipasi pencegahan perubahan iklim dan mitigasi pada negara-negara berkembang seperti indonesia .
    Pada KTT tersebut dijelaskan bahwa negara-negara maju harus membayar sebesar 10 Miliar US$ pada negara-negara berkembang .
    Secara tidak langsung hal ini akan mendorong meningkatnya perekonomian indonesia ,walaupun menurut saya harga itu tidak sebanding dengan kerusakan yg ada akibat pemanasan global ini .
    Ironis memang , KTT perubahan iklim memang selalu tidak menghasilkan jalan keluar yg memuaskan .
    Tp bukan tidak mungkin dengan gagasan ‘carbon sale’ ini perekonomian indonesia akan sedikit terdongkrak naik .
    Sekali lagi saya tekankan , ini bukan dampak positif global warming , melainkan hanya suatu timbal balik atas apa yg telah dan sedang terjadi saat ini , atau dengan kata lain membayar jasa pengemisian karbon yg telah mereka(negara maju) hasilkan .
    Jika ditinjau lebih dalam , saya rasa terlalu naif jika global warming dianggap dampak positif , mengingat bumi ini satu-satunya tempat seluruh umat manusia hidup dan bernafas ,

    Mungkin seperti itulah opini saya .
    Kita lihat saja apa yg akan terjadi akhir 2010 nanti saat KTT berikutnya diadakan di meksiko .
    Apakah hasilnya akan lebih baik dr KTT sebelumnya , tetap sama , ataukah malah memburuk .
    Entahlah . .
    Namun 1 yg harus dan pasti ,
    Jagalah keseimbangan bumi ini !
    cintai dia seperti dia mencintai kita .

  13. January 4, 2010 at 4:08 am

    man..mau nanya nih..hhohho..

    hasil protokol kyoto tuh apa aja??

    kalau ada, pa dampaknya bagi indonesia??

    terima kasih..

  14. January 4, 2010 at 4:55 am

    @hendra
    Protokol Kyoto merupakan amandemen UNFCCC sebagai hasil KTT Perubahan Iklim ketiga di Kyoto, Jepang pada 1997.

    Protokol Kyoto merupakan persetujuan internasional mengenai pemanasan global, dimana negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global.

    Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca global antara 0,02 derajad C dan 0,28 derajad C pada tahun 2050 jika semua negara benar-benar melaksanakan komitmennya.

    Protokol ini dibuka untuk penandatanganan pada 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999, dan mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November 2004.

    Secara resmi oleh UNEP, Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2 persen dibandingkan dengan tahun 1990.

    Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca – karbon dioksida, metan, nitrous oxide, sulfur heksafluorida, HFC, dan PFC – yang dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara 2008-2012.

    Target nasional berkisar dari pengurangan 8 persen untuk Uni Eropa, 7 persen untuk AS, 6 persen untuk Jepang, 0 persen untuk Rusia, dan penambahan yang diizinkan sebesar 8 persen untuk Australia dan 10 persen untuk Islandia.

    Pada saat pemberlakuan persetujuan pada Februari 2005, ia telah diratifikasi oleh 141 negara, yang mewakili 61 persen dari seluruh emisi.

    Ada dua negara yang telah menandatangani namun belum meratifikasi protokol tersebut yaitu Amerika Serikat dan Kazakstan.

    Pada awalnya AS, Australia, Italia, Tiongkok, India dan negara-negara berkembang telah bersatu untuk melawan strategi terhadap adanya kemungkinan Protokol Kyoto II atau persetujuan lainnya yang bersifat mengekang.

    Namun pada awal Desember 2007 Australia akhirnya ikut serta meratifikasi protokol tersebut setelah terjadi pergantian pimpinan di negara tersebut.

    Para pihak dalam UNFCCC terbagi menjadi tiga yaitu negara-negara Annex-I yaitu negara-negara industri dan negara maju, negara-negara Annex-II serta khusus negara berkembang.

    Negara-negara Annex-I yang telah meratifikasi Protokol Kyoto berkomitmen untuk mengurangi level emisi GRK dengan target dibawah level emisi GRK tahun 1990. Pelaksanannya bisa diperluas dengan embli emisi yang diperkenankan atau menukar level emisi GRK mreka melalui mekanisme yang disetujui oleh semua pihak pada UNFCCC.

    Annex-II merupakan sub group dari negara Annex-I terdiri dari anggota OECD (Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi ), termasuk negara-negara yang kondisi ekonominya berada pada masa transisi pada 1992.

    Sedangkan negara berkembang tidak berkewajiban untuk mengurangi level emisinya kecuali negara Annex-I mendukung pendanaan dan teknologi, tetapi negara berkembang seperti Indonesia bisa masuk dalam negara Annex-I secara sukarela bila kondisi negaranya memang telah maju.

    (www.antaranews.com/berita/125888259)

  15. January 4, 2010 at 6:03 am

    dalam artikel dikatakan laut dapat menjadi “carbon sink’ atau pengemisi karbon , sebagian lagi mengatakan bahwa laut menjadi ;carbon source’ atau sumber karbon
    nah menurut anda manakah yang benar ataukah laut bisa berperan ganda?
    yang kedua terkait global warming, peran laut yg dikatakan sebagai carbon sink,berarti merupakan salah satu alternatif penyelesaian global warming,bagaimana menurut anda?

    thanks,,, bls coment blog sy jg y…..

  16. January 4, 2010 at 6:36 am

    @rama
    Sebenarnya permasalahan apakah laut menjadi carbon sink atau carbon source ini masih dalam tahap penelitian oleh para ahli .
    Namun menurut saya pribadi laut adalah carbon sink/pengemisi karbon ,
    Hal ini saya utarakan dengan menimbang bahwa dilaut terdapat banyak fitoplankton dan coral yg dapat mengemisi karbon tersebut .(ini hanya hipotesis saya loh)
    Dan jika hipotesa saya tersebut ternyata benar , maka laut dengan fitoplankton dan coralnya dapat menjadi salah satu cara penganggulangan untuk emisi karbon dalam konteks pemanasan global disamping hutan .

  17. January 4, 2010 at 6:44 am

    NICE OPINION .
    🙂

    GO GREEN .
    🙂

  18. January 4, 2010 at 11:38 am

    prtanyaan urg mah gni aja man->klo pemanasan global tu ada pengaruh terhadap perekonomian nelayan di Indonesia???

  19. January 4, 2010 at 3:40 pm

    @dio
    Jelas berpengaruh bro ,
    Contoh sederhananya gini ,
    Salah satu dampak negatif global warming adalah terjadinya coral bleaching ,
    Sedangkan coral adalah daerah tempat ikan berkembang biak(nursery ground) ,
    Nah jika daerah nursery ground ini rusak , maka jumlah ikan akan berkurang .
    Hal ini jelas merugikan nelayan kan , karena pendapatannya akan berkurang .

  20. January 5, 2010 at 2:01 am

    gini man….kan banyak orang yang menyalahkan pemerintah yang tidak becus menangani permasalahan perubahan iklim ini,,dan banyak juga pertanyaan yang menanyakan gimana sih peran pemerintah dalam menanggulangi semuai ini,,,menurut anda apakah hanya pemerintah saja yang mesti bekerja????
    sedangkan permasalahan ini adalah permasalahan kita bersama,,
    menurt anda kenapa banyak orang yang mengesampingkan tentang masalah ini????
    maksih ya…..
    GOOD NICE artikelna,,,!!!

  21. January 5, 2010 at 4:46 am

    @febrian
    Hmm . .
    Sepertinya tidak tepat jika kita mengatakan pemerintah tidak becus menangani masalah ini , mengingat bahwa dalam setiap konfrensi pun pemerintah Indonesia beserta negara berkembang lainnya sudah berupaya semaksimal mungkin untuk menekan negara-negara annex 1 agar anggaran asistensi pencegahan perubahan iklim lebih ditingkatkan .Bahkan kontribusi Pemerintah cukup bagus , seperti menjadi tuan rumah KTT perubahan iklim di Bali beberapa tahun yg lalu .
    Hanya saja permasalahannya adalah selama ini KTT yg ada belum menemukan hasil yg memuaskan .
    Seperti yg kita ketahui bahwa pada KTT Copenhagen dimana negara-negara berkembang menuntut negara-negara maju(annex 1) agar membayar biaya asistensi sebesar 25M US$ – 35M US$ . Namun faktanya dalam KTT tersebut hanya disepakati sebesar 10M US$ .

    Hal tersebut jelas menyulitkan pemerintah yg mencanangkan program pengurangan emisi sebesar 26% selama 50 tahun kedepan .
    Nah disinilah kesadaran masyarakat diperlukan ,
    Pemerintah lewat Departemen Kehutanan telah memiliki program “One Man , Ten Trees” .
    Artinya setiap satu bayi yg lahir akan diberikan 10 pohon dalam rangka memenuhi target pemerintah serta menyadarkan masyarakat akan bahaya pemanasan global .

    Intinya , Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam memenuhi target ini .
    Dan menyikapi pertanyaan anda yg kedua , saya rasa disinilah peran pemerintah dan LSM lingkungan untuk menyadarkan masyarakat .
    Sehingga mereka lebih mengerti dan tidak akan mengesampingkan permasalahan yg kompleks ini .

    n_n
    Itu saja mungkin menurut saya .

  22. January 5, 2010 at 6:34 am

    Assalamualaikum…

    gini man,, yang saya tangkap dari artikel anda yaitu Indonesia mendapatkan kucuran dana dari negara penghasil gas rumah kaca jika ternyata laut memang penyerap karbon. tetapi sebaliknya jika tidak…

    nah, isi dari protokol kyoto sendiri salah satunya yaitu mengurangi emisi, berarti secara langsung itu mengurangi juga kepada produksi (industri) yang akan berdampak kepada ekonomi. dan salah satu negara2 Industri enggan mengurangi emisi mereka adalah karena alasan ekonomi.
    Jika protokol kyoto tersebut sudah “deal” maka hal tersebut akan menyebabkan efek domino kepada perekonomian. Jadi imbasnya terhadap Indonesia itu bagaimana ? sementara kalo benar laut penyerap karbon Indonesia akan diuntungkan sehingga perekonomian indonesia akan membaik tetapi sementara itu efek domino dari protokol kyoto akan mempengaruhi perekonomian dunia bahkan mungkin akan mengakibatkan krisis global sehingga akan menyebabkan imbas kepada perekonomian indonesia yang lebih buruk.
    jadi bagaimana dampaknya kepada perekonomian indonesia jika protokol kyoto sudah disepakati dan jika ternyata laut penyerap karbon ???

    terimakasih

    NB : komen nya d blog urang !!!

  23. January 5, 2010 at 7:56 am

    @sena
    jika ternyata laut Indonesia adalah penyerap karbon(‘carbon sink’) justru hal ini berdampak positif terhadap pereokonomian . Bagaimana tidak , dana asistensi untuk negara pengemisi karbin seperti Indonesia adalah 10M US$ .
    Walaupun pada KTT Copenhagen negara-negara Annex II (termasuk di dalamnya Indonesia) meminta anggaran sebesar 25US$-35US$ .
    Lalu mengenai pertanyaan anda yang mengatakan bahwa ekonomi global akan krisis karena dana asistensi ini menurut saya salah .
    Krisis global tidak akan terjadi hanya karena adanya dana asistensi yang kecil seperti ini , bahkan krisis global memang sudah terjadi jauh sebelum KTT ini dan konfrensi-konfrensi sebelumnya (termasuk sebelum protokol kyoto) .
    Kita analogikan saja sebuah Idustri batu bara di negara Amerika mendapatkan laba sebesar 50M US$ per tahun , sedangkan dana asistensi negara tersebut untuk membayar jasa pengemisian karbon hanya sebesar 10M US$ per tahun . Hal ini jelas tidak akan berdampak pada ekonmi global .
    Malah menurut saya pribadi dana 10M US$ tersebut tidak relevan , mengingat kerusakan yeng ditimblkankn oleh Industri dan polusi yang mereka hasilkan begitu besar dampaknya bagi bumi ini .

  24. January 5, 2010 at 11:43 am

    mau tanya man….
    bagaimana kalau kita tau laut kita banyak kabon sink??????mksh…

  25. January 5, 2010 at 4:53 pm

    mau nanya man…
    mnrut anda apakah perubahan iklim yang ekstrem ini ada sisi baiknya bwat perekonomian indonesia???terutama di bidang kelautan….
    terima kasih…

    • January 5, 2010 at 8:22 pm

      Ada ,
      Akan berdampak baik jika laut indonesia sebagai carbon sink ,
      Dan dampaknya akan buruk jika sebagai carbon source .

      Saya rasa cukup jelas semuanya saya terangkan pada artikel diatas .

  26. Fanie
    January 29, 2012 at 10:37 am

    that is nice blog…
    sya mwu nanya,,, bagaimana peran organisasi perdagangan internasional (WTO) dalam menangani msalah prubahan iklim ini…
    mhon pnjelasannya..?

    • February 2, 2012 at 6:02 pm

      makasih.
      dalam hal ini WTO belum mengambil peran gan, karena sampai detik ini kajian mengenai “carbon sale” masih dalam tahap penelitian.

  27. October 13, 2018 at 3:11 pm

    I’m amazed, I must say. Seldom do I encounter a blog that’s equally educative
    and interesting, and without a doubt, you’ve hit the nail on the head.
    The issue is something not enough men and women are speaking intelligently about.
    I’m very happy that I came across this during my search for something relating to
    this.

  28. November 8, 2018 at 3:47 pm

    Thanks for a marvelous posting! I actually enjoyed reading it, you might be
    a great author.I will make sure to bookmark your blog
    and will often come back in the foreseeable future. I want to encourage you continue your great work, have a nice afternoon!

  29. December 10, 2018 at 8:36 am

    I am in fact grateful to the holder of this website who has shared this wonderful paragraph at at this time.

  1. August 29, 2017 at 9:07 pm

Leave a reply to Irman Eka Septiarusli Cancel reply